Sejarah tekstil
Istilah tekstil dewasa ini sangat luas dan mencakup berbagai jenis kain yang dibuat dengan cara ditenun, diikat, dipres dan berbagai cara lain yang dikenal dalam pembuatan kain. Kain umumnya dibuat dari serat yang dipilin atau dipintal guna menghasilkan benang panjang untuk ditenun atau dirajut sehingga menghasilkan kain sebagai barang jadi. Ketebalan atau jumlah serat, kadar pilihan, tekstur kain, variasi dalam tenunan dan rajutan, merupakan faktor yang mempangaruhi terciptanya aneka kain yang tak terhitung macamnya.
Awal mulanya manusia berpakaian karena rasa malu ( manusia pertama yang semula telanjang mulai merasa malu karena ketelanjangannya itu dan berusaha mencari daun-daunan sebagai penutup tubuhnya). Dalam perkembangannya, manusia yang hidup dari berburu mulai menggunakan kulit hewan buruannya sebagai pakaian. Masa berikutnya, manusia yang berpakaian bulu/kulit hewan itu berangsur-angsur pindah dari daerah panas ke daerah dingin (manusia saat itu masih hidup berpindah pindah/nomaden) dan akhirnya menetap setelah mereka mengenal hidup bertani untuk kelangsungan hidupnya.
Hal yang berharga dari digunakannya bulu/kulit hewan sebagai penutup tubuh ini adalah penemuan tidak sengaja kain yang kemudian disebut lakan/felt. Kain yang semula gumpalan bulu hewan itu digunakan sebagai penutup telapak kaki manusia primitif yang sangat halus. Karena terus-menerus digunakan, maka gumpalan bulu itu terkena panas, keringat, tekanan dari kaki, yang menghasilkan kain-kain tanpa proses tenun. Penemuan berharga inilah yang mengawali pembuatan kain bukan tenunan, dari bahan berserabut dan serat buatan.Kemudian, manusia mulai belajar membuat tambang (yang nantinya berkembang kearah pembuatan tali dan juga benang) dari tumbuhan rambat atau disebut “ivy” dan rami atau “flax”. Pembuatan tali/tambang ini adalah untuk keperluan membuat tempat tidurnya yang pada masa itu digantungkan diantara pepohonan besar untuk menghindari serangan binatang buas di malam hari. Di samping itu untuk keperluan membuat jala penangkap ikan.
Setelah memperoleh keahlian dalam menghasilkan tali/tambang yang kasar itu, mereka berusaha untuk mendapatkan tali/benang yang lebih tipis. Usaha mereka adalah dengan menjalin rambut manusia. Suatu pekerjaan yang tidak ringan namun hasilnya tidaklah sebesar yang diharapkan. Dalam perkembangannya, manusia menemukan suatu serat halus yang dihasilkan oleh binatang kecil yaitu ulat sutera. Dari situlah diupayakan pembuatan benang tenun yang halus. Penemuan yang masih primitif itu kemudian menjadi prinsip dasar pembuatan kain sutera. Perkembangan demi perkembangan berlanjut dengan penemuanpenemuan kecil dari kehidupan sehari-hari manusia primitif ini.
Perkembangan teknik menenun berjalan sejajar dengan keahlian membuat benang. Penemuan lain pada masa itu antara lain adalah yang berasal dari serat serabut yang menghasilkan antara lain wol dan katun. Dari penemuan
ini kemudian didapati kenyataan bahwa lebih mudah memintal benang dari serat serabut daripada serat alamiah. Dengan serat serabut diperoleh benang yang tidak putus-putus. Dapat disimpulkan bahwasannya hasil menggintir, memintal dan akhirnya menenun pada masa kini adalah hasil dari penemuan dari manusia primitif yang berusaha memenuhi kebutuhannya dengan cara yang sangat sederhana.
Pengolahan bahan dasar tekstil
Barang-barang tekstil merupakan hasil akhir dari serangkaian proses yang berkesinambungan. Pembuatan tekstil dimulai dari satuan terkecilnya, yaitu
serat. Pembuatan tekstil sangat erat kaitannya dengan proses pengolahan selanjutnya, yaitu pemintalan serat menjadi benang, benang menjadi kain, hingga akhirnya terwujud kain sebagai suatu produk akhir. Serat sebagai satuan terkecil dari berbagai jenis tekstil, dibuat dari bahan dasar khusus yang memiliki panjang dan diameter tertentu, serta memiliki sifat mikroskopik, fisik dan kimia yang dapat dikenali. Agar cocok digunakan untuk tekstil, serta harus memiliki panjang yang lebih besar sebanding dengan diameternya, serat harus lentur serta kuat untuk menahan ketegangan dalam berbagai proses pembuatan. Serat tersebut harus murah harganya, mudah diperoleh dan harus selalu tersedia. Disamping itu, serat harus sesuai untuk segala suasana, baik suhu maupun tekstur, memiliki sifat menyerap bahan celup, nyaman dipakai dan mudah dibersihkan dengan cara tertentu. Biasanya serat-serat diklasifikasikan menurut asal-usulnya, yaitu serat alamiah (serat yang berasal dari sumber alam) dan serat buatan atau serat sintetis (dibuat oleh manusia dengan metode tertentu).
Serat bisa berbentuk pendek, seperti kapas, atau sangat panjang seperti serat sutera dan filamen. Filamen dapat digunakan sebagaimana adanya karena panjangnya yang luar biasa. Tetapi, serat yang lebih pendek seperti kapas harus melalui proses permintaan agar panjangnya memadai. Sejumlah proses harus dilakukan untuk mempersiapkan serat agar bisa dimanfaatkan dalam berbagai system pemintalan yang dewasa ini digunakan.